Shadow of the Colossus (2018), Sebuah Ulasan

Halo semuanya! Kembali lagi sama Docodemo di sini. Pertama aku mau minta maaf ke kalian soal dua hal: bulan kemarin belum ada artikel baru (karena saya mager dan ga ada ide tulisan orz) dan yang kedua artikel ini telat dua minggu rilis. Ya, seperti kalian lihat dari judulnya, kali ini aku bakal mengulas salah satu remake game legendaris dengan judul "Shadow of the Colossus". Tadinya aku mau mulai menulis artikel ini sejak bulan Maret, tapi karena aku baru sempat klaim game-nya sejak seminggu yang lalu, aku rasa artikel ini sudah kehilangan momentumnya. Tapi ya sudah, masih sempat nulis juga patutnya aku mesti bersyukur hahaha

Shadow of the Colossus sendiri adalah game yang pertama rilis pada Oktober 2005 di platform PS2. Game ini dikembangkan oleh Team Ico pimpinan sutradara game Fumito Ueda yang sebelumnya sudah merilis ICO, game puzzle-platformer yang punya arahan artistik yang khas dan menjadi cult-classic di hati para penggemarnya.

Title Card Bersama Colossus Favoritqu

Shadow of the Colossus menceritakan tentang seorang pemuda bernama Wander yang pergi ke The Forbidden Lands bersama Agro dan jenazah seorang wanita bernama Mono. The Forbidden Lands adalah tempat di mana kita bisa menghidupkan orang mati, namun karena praktek tersebut melawan moral, tempat tersebut dilarang oleh masyarakat. Sesampainya di sana, Wander disambut oleh sebuah entitas penguasa bernama Dormin yang dapat menghidupkan Mono kembali dengan syarat Wander harus menghabisi 16 colossi yang tersebar di The Forbidden Lands. Namun Dormin memberi peringatan bahwa akan ada konsekuensinya. Karena tekad Wander sudah bulat, Wander akhirnya menerima kondisi tersebut. Kira-kira begitu sinopsis super-duper singkatnya. Shadow of the Colossus sendiri juga memiliki kesan artistik yang tak jauh beda dari ICO. Ditambah dengan storytelling yang handal dan score musik yang brilian, tak heran game ini mendapatkan status legendarisnya. Game ini kemudian mendapatkan perlakuan remaster untuk konsol PS3 dengan perbaikan performa dan perubahan yang sifatnya minor. Namun tak disangka, Bluepoint Games membuat kembali (remake) game ini dan rilis pada Februari 2018, lengkap dengan overhaul grafik dan performa yang stabil. Terus apa ada beda yang signifikan dengan versi aslinya? Dan buat kalian yang belum pernah main game ini, apakah game-nya layak memiliki status legendaris? Langsung saja ke ulasannya! Tapi sebelumnya, aku peringatkan bahwa aku akan menumpahkan sedikit spoiler. So be advised!

Gameplay

Pertama, aku mau bahas soal gameplay-nya dulu. Nantinya yang akan aku bahas soal gameplay ini akan dibagi jadi tiga bagian: mekanik game-nya, pengalaman kontrol/kendali, dan bagian endgame-nya.

Untuk mekanik game-nya sendiri sebetulnya cukup sederhana. Kalau diringkas jadi satu kalimat, maka kalimat yang paling tepat yaitu "16 boss battle dan perjalanan di menuju masing-masing boss." Banyak yang mengatakan kalau game ini termasuk dalam kategori action-adventure. Aku mesti kurang setuju, karena bagiku game ini adalah game puzzle-platformer yang diolah ulang menjadi sedemikian rupa.

Biar aku jelaskan. Karakter utama kita, Wander, dibekali oleh sebilah pedang, panah, dan seekor kuda yang bernama Agro. Pedang dan panah digunakan untuk menyerang colossi, dan Agro membantu kita dalam perjalanan dari satu colossus menuju colossus selanjutnya. Selain untuk menyerang, pedang yang dimiliki Wander juga bisa digunakan untuk mencari tahu lokasi tiap colossus. Ketiganya menjadi bekal kita untuk mengalahkan semua 16 colossi. Ketika kita dihadapkan dengan sebuah colossus, kita tidak mungkin berlari dan menekan-nekan tombol serang seperti game action lainnya. Tentu kita bisa menggunakan panah kita untuk mengurangi HP colossus dengan jumlah sedikit (walaupun nantinya colossi akan kebal terhadap panahnya). Tapi sebetulnya kita diwajibkan untuk mencari titik lemah tiap colossi dengan menggunakan pedang yang sama yang digunakan untuk menyerangnya. Nah dari sini unsur puzzle-platformer yang aku bilang tadi dimunculkan. Kalian akan mencari tahu kelemahan tiap colossi baik dengan memanjat colossi tersebut atau dengan trigger tertentu seperti merobohkan bangunan atau berbagai macam objek yang ada di area bertarungnya. Dalam arti lain, kalian memecahkan puzzle untuk mengalahkan colossi.

Wander Memanjat Colossus dan Titik Lemah

Setelah kalian sudah memicu trigger untuk tahu kelemahan colossi-nya, kalian akan memanjat colossi yang kalian tarung. Saat kalian memanjat, kalian memiliki stamina bar yang menandakan sampai berapa lama Wander bisa bertahan di posisinya saat sedang memanjat. Kalau habis, Wander akan jatuh. Wander juga memiliki HP, dan pastinya para colossi akan berusaha untuk mengalahkanmu atau kamu akan terluka yang disebabkan oleh lingkungan sekitar seperti jatuh dari ketinggian. HP dan stamina bar-nya bisa menambah tiap kalian mengalahkan colossi serta memakan kadal dan buah yang tersebar di seluruh map. Setelah kalian sampai ke titik lemah colossi-nya, baru kalian bisa memberi damage yang signifikan terhadap HP para colossi.

Tinggal Tusuk, MAKJLEB!

Selagi aku membahas soal platforming dan mekaniknya saat melawan colossi, mungkin akan lebih masuk akal kalau aku langsung bahas ke bagian pengalaman kendali/kontrolnya. Sejujurnya, game ini punya kendali yang agak membuat kita kesal. Kendali dan kamera nya janky! Kadang-kadang Wander agak susah untuk bangun setelah terpental atau jatuh. Kendali saat memanjatnya juga agak sulit untuk dikuasai dalam waktu singkat. Kameranya juga agak mengganggu, terutama saat kalian sedang berada di momen-momen tertentu. Kalian juga bisa dodge roll untuk menghindari serangan colossi. Skema kendali (button map) versi aslinya menurutku tidak optimal. Untung pihak developer dari Bluepoint Games memberi opsi skema kendali yang diperbarui. Jadi bermain bisa lebih nyaman.

Oh iya, kita belum bahas kendali Agro ya? Sebelumnya, aku mau kasih tahu dulu kalau kendalinya Agro itu mirip sama kalau kita menunggang kuda betulan. Nah, saat kita sedang tidak menunggang Agro, kita bisa memanggil Agro. Seketika Agro dengan sigap mendekati kita. Namun di situasi tertentu, Agro akan enggan untuk mendekati kita, terutama saat kita terlalu jauh atau ada bahaya di sekitarnya. Biar begitu, Agro kadang mengikuti gerak-gerik kita. Saat kita menunggang Agro, coba gunakan mindset kalau kamu itu mengendalikan tali kudanya Agro, bukan mengendalikan Agro langsung. Maksudku begini. Kalau kalian ingin Agro untuk mulai berjalan, kalian bisa tekan tombol untuk menendang Agro (aku gak tau terminologinya apa, tapi kalau kuda mau gerak, kaki kita mesti ngelakuin sesuatu, ngerti lah ya). Dengan menendang Agro berkali-kali, kalian bisa membuat Agro bergerak lebih cepat. Untuk mengarahkan tali kudanya Agro, kalian bisa menggunakan analog stick. Kalian bisa melewati stunt dengan Agro, tentu kalau Agro berlari dengan cepat. Kalian juga bisa melompat dari punggung Agro untuk mencapai tempat yang lebih tinggi. Tapi perlu diingat. Karena kalian bukan secara langsung mengendalikan Agro, jadi Agro kadang-kadang suka bandel. Namanya juga kuda hahaha

Berkuda Itu Asik, Tapi Kadang Menyebalkan

Setelah kalian menamatkan game-nya, kalian akan membuka dua mode tambahan: New Game+ dan Mirrored Mode. Di mode New Game+, kalian bisa bermain dengan jumlah HP dan stamina yang sama seperti kalian menamatkan game-nya. Artinya HP dan stamina kalian akan menambah tiap kali kalian memainkan New Game+. Ini akan sangat berguna saat kalian mendaki tempat-tempat tertentu yang memiliki collectibles dan achievement, seperti jembatan menuju The Forbidden Lands. Kalian juga bisa melakukan Time Attack di dalam mode New Game+ yang kalau kalian berhasil mengalahkan colossi-nya, kalian akan diberikan item khusus untuk memudahkan kalian selama bermain. Dalam mode Mirrored World, kalian akan bermain dengan dunia yang terbalik, di mana kiri akan menjadi kanan, dst. Menurutku ini menarik sebab mode ini bisa memberikan pengalaman yang lebih segar ketika kalian bosan memainkan map yang sama terus-menerus.

Game ini juga memiliki tiga jenis collectibles: kadal, buah, dan relic. Kadal bisa memberi kalian tambahan stamina. Buah akan memberi kalian tambahan HP. Relic yang dikumpulkan akan memberi kalian akses ke tempat tertentu di mana di dalamnya terdapat item bonus yang bisa kalian pakai saat bermain. Dalam mencari buah dan kadal, kalian bisa menggunakan item yang kalian dapatkan dari New Game+. Sayangnya, game ini tidak memberi kalian item locator relic, jadi kalian bisa mengandalkan internet untuk itu. Sejujurnya, item-item khusus dan collectibles-nya tidak memberi rasa puas yang signifikan dibanding game lain. Toh saat kalian sudah menamatkan game-nya berkali-kali, kalian sudah hafal dan lihai dalam mengalahkan colossi-nya. Tapi paling tidak, game ini memiliki galeri yang kontennya dapat kalian akses jika memenuhi kondisi tertentu.

Grafik

Shadow of the Colossus versi ini memiliki kualitas grafik yang cukup respectable. Terdapat detil-detil kecil dengan resolusi besar yang bisa kalian apresiasi, apalagi jika kalian tertarik untuk berpetualang untuk melihat-lihat keindahan The Forbidden Lands. Mulai dari pahatan dan relief batu-batuan, puing-puing bangunan kuno, rerumputan, padang pasir, dan formasi batu-batuan, semuanya terlihat sangat indah. Karakter dalam game juga memiliki fidelity yang mendetil. Mulai dari tekstur kain, wajah, hingga animasi yang memiliki kualitas baik. Yang patut diuji adalah grafik colossi-nya. Colossi-nya sendiri didesain dengan bangunan yang khas menjadi bagiannya. Selain detil-detil tadi, rambut colossi-nya sendiri dibuat dengan sangat detil. Tiap helai dibuatkan modelnya dengan sangat rapih sehingga memberi kesan yang khas.

Komparasi Grafik Versi PS2 dan PS4, Diambil dari Galeri In-Game

Semuanya bisa kalian nikmati lebih lanjut dengan adanya fitur Photo Mode. Dalam mode ini, kalian bisa mengatur sudut pandang saat kalian mengabadikan momen-momen yang kalian inginkan. Pengaturannya pun cukup mudah digunakan. Mode ini juga dilengkapi dengan efek-efek dan pengaturan warna kamera yang juga bisa diatur. Efek dan pengaturan warna ini bisa kalian gunakan saat bermain game juga, lho. Jadi kalau kalian bosan dengan palet warna yang monoton atau ingin replikasi suasana khas game aslinya, kalian bisa mengaturnya sendiri kapan saja.

Perbandingan Filter Photo Mode

Performa game ini sendiri bisa dibilang cukup baik. Jika kalian punya PS4 Pro, kalian akan diberi opsi untuk memainkan game-nya dalam mode cinematic (24 fps dengan resolusi dan detil lebih) atau dalam mode performance (60 fps dengan detil normal). Aku sendiri memainkan game ini menggunakan PS4 Fat yang merupakan versi pertama dari lini PS4. Walaupun di atas kertas performanya lebih buruk dibandingkan PS4 Pro, Shadow of the Colossus masih bisa menampilkan kualitas grafik yang mumpuni walaupun hanya dengan 24-30 fps. Selain itu, kalian juga bisa mengatur motion blur-nya, jadi akan sangat membantu jika kalian mudah mual seperti aku.

Story

Akhirnya kita masuk ke dalam bagian yang ditunggu-tunggu. Sebelum aku masuk ke sini, aku mau memberi pendapat bahwa alasan kenapa game ini mendapat status legendarisnya adalah karena storytelling dan music score yang luar biasa dan bekerja secara tandem dan harmonis. Aku jelaskan dulu soal story-nya ya.

Cerita Shadow of the Colossus ini sebetulnya cukup simpel, hanya sebuah olahan ulang dari cerita ksatria yang menyelamatkan puteri dari kastil naga. Tapi yang sebetulnya menarik perhatian adalah cara game ini menyampaikan ceritanya. It's so nuanced. Kita tidak diberikan banyak penjelasan mengenai siapa itu Dormin, kenapa The Forbidden Lands itu dikutuk, dll. Apa yang dijelaskan kepada kita dijelaskan dengan sangat sedikit, dan sesedikitnya yang dijelaskan kepada kita dijelaskan penuh dengan misteri. Kita diberikan kesempatan untuk merangkai teka-teki ceritanya dengan imajinasi kita untuk mendapatkan versi "the big picture".

Shadow of the Colossus juga memiliki cara penyampaian yang cukup unik. Sama seperti gameplay-nya yang meminta kita memanjat colossi dari bawah, Shadow of the Colossus merangkai cerita di tiap-tiap colossi-nya dengan berawal dari emosi-emosi kuat seperti rasa takut dan berani yang kemudian berakhir dengan rasa kasihan dan penyesalan. Contoh terbaik yang bisa aku berikan adalah saat kalian berhadapan dengan colossus ketiga dan keenam belas. Dari jauh kalian akan melihat sosok colossi yang besar dan mengerikan, colossus ketiga dengan pedang raksasanya dan colossus keenam belas dengan tembakan energi dari tangannya. Namun saat kalian mulai memanjat dan menyerang para colossi di titik lemahnya, para colossi akan berteriak kesakitan. Bentuk tubuh dan ukuran colossi yang mengerikan menjadi tidak relevan saat melihat mukanya yang terkesan lucu dan tidak berdosa. Bahkan saat colossus keenam belas ditusuk tangan kanannya, ia hanya memberikan tangannya untukmu supaya kamu bisa berdiri dan melihat betapa kecilnya diri Wander. Lagipula para colossi tersebut tidak memiliki rasa benci terhadap kalian. Mereka hanya melindungi diri mereka dari kalian yang mengganggu ruang personalnya. Njir, colossus ketiga belas tidak menyerangmu sama sekali. Ia hanya terbang di angkasa dengan indahnya. Kalianlah lah menyerang para colossi tersebut demi janji yang tidak jelas benar atau tidaknya. Alaminya, cerita seperti ini memiliki nilai moral yang tidak jelas/ambigu.

Colossus Keenam Belas Penasaran dan Sedang Memerhatikan Wander

Begitu pula tiap karakternya. Tiap karakter diselimuti oleh batas buram antara hitam dan putih. Wander mungkin memiliki tujuan mulia dengan ingin kembali dengan orang yang ia sayangi, namun ia rela membunuh makhluk yang tidak punya niat buruk terhadap Wander. Emon mungkin pemuka agamanya yang alim, tapi ia rela mengorbankan Mono yang katanya punya takdir yang terkutuk. Yang terbaik menurutku adalah Dormin. Dormin mungkin merampas tubuh Wander yang ia jadikan perantara untuk membalaskan dendamnya terhadap nenek moyang Emon. Tapi di luar kehancuran yang Dormin sebabkan dan status Dormin sebagai dewa kematian, The Forbidden Lands yang notabene wilayah kekuasaannya memiliki taman indah yang penuh kehidupan dengan tumbuhan dan hewan. Berbicara tentang Dormin, kalian yang fans Shadow of the Colossus sudah tahu kalau Dormin mengambil inspirasi dari sosok Nimrod dalam Kitab Injil. Keduanya sama-sama dibunuh dan dibagi menjadi beberapa bagian agar tidak mudah untuk dihidupkan kembali. Selain Dormin, Shadow of the Colossus juga mengambil banyak inspirasi dari Kitab Injil. Kalian bisa cek sendiri essai-essai yang membahas topik ini, soalnya bakal kepanjangan kalo aku ceritain secara detil hahaha

Yang Mulia Tuan Emon, Pemuka Agama

Pada akhirnya, Shadow of the Colossus adalah sebuah cerita tragedi yang ditulis dan diceritakan dengan sangat indah dan brilian. Ada banyak momen-momen sedih dan mengharukan. Shadow of the Colossus adalah cerita tentang kematian dan kelahiran kembali. Kalian sendirilah yang menentukan kesimpulan kongkritnya. Karenanya, Shadow of the Colossus adalah game dengan unsur cerita yang menurutku terbaik sepanjang masa.

Musik

Nah, ini bagian kedua yang paling aku tunggu-tunggu, yaitu membahas tentang musiknya. Aku kasih bocoran sedikit: Kow Otani is the goat! Aku udah bilang kalo musik dan storytelling-nya bekerja in tandem dan dengan harmonis. Biar aku jelaskan ya. Track-nya sendiri sangat mudah dinikmati jika didengar sedemikian rupa. Namun apresiasi kita akan bertambah jika kita tahu konteks dan momen-momen tiap saat track yang dimainkan. Soundtrack versi PS4-nya juga sudah diremaster dengan teknologi mixing terbaru, tapi aku gak bisa bahas dengan detil soalnya sound system-ku ala kadarnya. Oh iya, aku tidak bisa memberi penjelasan secara mendetil, karena aku bukan murid sekolah musik. Jadi mohon dimaklumi ya hahaha

Momen yang akan aku highlight di sini adalah bagaimana musik saat berhadapan dengan colossi bekerja dengan sangat baik dengan metode storytelling yang telah aku jelaskan. Awalnya kalian akan didengarkan track yang memberi kesan misterius dan punya suspense, seperti track No. 15 "Silence". Track ini mengatur mood keseluruhannya dengan memberi kengerian terhadap badan besar colossi dan kebingungan bagaimana mengalahkan colossi ini. Track seperti ini bekerja seperti istilah "the calm before the storm". Kemudian jika kita sudah memulai pertarungan melawan colossi dengan mendapatkan perhatiannya, musiknya berubah menjadi tegang dan mengancam, seperti track No. 07 "Grotesque Figure". Dengan komposisi track ini yang memiliki tempo agak lambat seperti march pertempuran yang dapat menggenjot adrenalin dan bersifat repetitif, game akan memberikan kesan bahwa pertempurannya sudah dimulai. Kemudian saat kalian menemukan titik lemahnya, WUSH, KALIAN MERASA LEBIH SEMANGAT. Momen ini dilengkapi dengan lagu seperti track No. 13 "Revived Power". Track seperti ini memiliki tempo yang serupa dengan jenis lagu sebelumnya, memiliki tempo seperti march pertempuran. Tapi dengan nada-nada dan melodi major, kalian akan merasa semangat. This is it. Inilah momen penentuannya. Namun saat kalian menyerang colossi untuk terakhir kalinya, kalian akan mendapatkan kejutan.

Mood dan Suasana yang Intens

Kalian masih ingat kan metode storytelling tiap colossi yang aku bahas? Seketika game memutarkan track No. 09 "The End of Battle". Musiknya menjadi mirip dengan requiem, musik pemakaman khas Katolik. Kalian tidak diberi ucapan selamat setelah mengalahkan colossi, seperti musik kemenangannya Final Fantasy. Justru kalian diberi penampakan colossi yang kehilangan nyawanya dan jatuh tersungkur ke tanah. Kalian mulai mempertanyakan tujuan kalian mengalahkan colossi. Apakah yang kalian lakukan ini terhormat? Kan kalian ingin menghidupkan kembali orang yang kalian sayang. Tapi memang sudah pasti Dormin akan menepati janjinya? Selamat, kalian sudah menghabisi makhluk yang tidak berdosa.

Instrumen yang digunakan oleh komposer Kow Otani juga punya peran tertentu. Beberapa track seperti track No. 18 "The Farthest Land" menggunakan instrumen yang bernama bouzouki. Instrumen ini adalah sejenis kecapi yang berasal dari Yunani atau Turki. Instrumen ini mirip seperti gitar, namun mendahuluinya sejak tahun 300an S.M. Pilihan Kow Otani merupakan pilihan yang tepat karena instrumen ini memberikan kesan yang familiar dan kuno, namun kita tidak bisa kita tentukan dengan jelas khas daerahnya. Kow Otani juga menggunakan beberapa instrumen tiup seperti ocarina, tentu dengan efek dan niatan yang serupa.

Kesimpulan

Shadow of the Colossus adalah game puzzle-platformer yang sangat efektif dalam menggunakan sumber daya yang ada. Gameplay yang menantang, penyampaian cerita yang brilian, dan musik yang sangat mendukung dalam penyampaian mood dan emosi tiap momen menjadikan Shadow of the Colossus sebagai game yang patut diberi status legendarisnya. Jika kalian atau teman kalian belum pernah memainkan game ini, ini adalah saat yang tepat untuk menikmati perjalanan virtual terbaik seumur hidup kalian. Kalian tentu saja bisa memainkan versi PS2-nya, tapi menurutku versi PS4 ini adalah versi terbaik yang bisa kalian mainkan.

Scenery Pr0n untuk Kalian

Sekian dari review game ini yang kutulis dengan super-duper niat dan panjang. Semoga kalian menikmati tulisanku dan game-nya ya. Akhir kata, saya ucapkan terima kasih banyak!


"Thy next foe is.."

Komentar